Saturday 1 June 2013

Atasi krisis air bawah tanah

- Pemerintah Kota Cimahi melalui Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP), mulai tahun 2013 ini menggalakkan program biopori, yakni alat yang terbuat dari paralon bulat berisi ijuk untuk penyerapan air di permukaan tanah. Program tersebut sebagai salah satu upaya mengatasi terjadinya krisis air bawah tanah.

"Program tersebut akan diprioritaskan di wilayah Cimahi Selatan yang merupakan daerah industri," ungkap Kepala DKP, Maria Fitriana di Pemkot Cimahi, Jln. Demang Hardjakusumah, Kota Cimahi.

Menurutnya, biopori akan disebar di seluruh wilayah Kota Cimahi. Program biopori, lanjutnya, sebagai bagian dari upaya mengurangi banjir di musim hujan, dan kekeringan saat memasuki musim kemarau. Dengan adanya program biopori, tambahnya, air permukaan akan terserap menjadi air tanah yang sangat berguna sebegai persediaan ketika musim kemarau.

"Kita sebelumnya telah membagikan sejumlah biopori, dan akan terus kita tambah," jelas Maria sambil menambahkan, biopori tersebut disebar mela-lui kelurahan-kelurahan.

Dikatakan Maria, program biopori tersebut diakuinya sebagai salah satu program dalam mengatasi kekurangan air bawah tanah, terlebih lagi untuk wilayah selatan terdapat sejumlah titik yang kondisi air bawah tanahnya sudah kritis sebagaimana kajian dari lembaga terkait di Jawa Barat.

Selain program biopori, tambah Maria, masih dalam kaitan upaya mengurangi dampak banjir dan krisis air bawah tanah di Kota Cimahi.

Dikatakan, pada 2013 ini DKP juga melakukan perbaikan dan membuat sumur resapan yang akan disebar ke sejumlah titik di Kota Cimahi.

"Program sumur resapan di tahun ini meneruskan program sumur resapan tahun 2012 yang telah membuat 15 sumur resapan di 15 kelurahan," ujarnya.

Diakuinya, sejalan dengan gencarnya perkembangan industri, resapan air cenderung terus berkurang. Tapi dengan adanya sumur, diharapkan bisa membantu mengumpulkan air dalam tanah agar kandungan air tanahnya mencukupi, terutama ketika musim kemarau.

Bahkan kalangan industri sendiri, nantinya diwajibkan membuat rumur resapan di lingkungan perusahaan.

Sementara itu, hasil kajian Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jawa Barat menyatakan bahwa di daerah Cimindi, Leuwigajah, dan Cimahi Selatan, Kota Cimahi, setiap tahunnya terjadi penurunan air bawah tanah antara 3-4 cm. Sesuai kajian tersebut, hal itu menunjukkan pemakaian air tanah di daerah tersebut tergolong tinggi dan menunjukkan adanya krisis air bawah tanah.

Kondisi tersebut dibenarkan Maria. Diakuinya, di beberapa titik di kawasan industri Cimahi Selatan, kondisi air bawah tanahnya sudah dalam kondisi kritis. Menurutnya, upaya menanggulangi krisis air melibatkan lintas dinas seperti Dinas Lingkungan Hidup. Sedangan kewenangan pengendalian pemakaian air bawah tanah ada pada dinas lingkungan hidup kota dan provinsi.

No comments:

Post a Comment