Tuesday 23 July 2013

THR Bagi Karyawan Kontrak Belum Ada Payung Hukumnya

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhamimin Iskandar sempat mengatakan, akan memberlakukan kebijakan pemberlakukan tunjangan hari raya (THR) bagi tenaga kerja kontrak atau outsourcing. Namun, hal ini tidak dibarengi dengan payung hukum yang jelas.

Oleh sebab itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jabar, Hening Widiatmoko menganggap pernyataan Menakertrans itu hanya berupa imbauan, bukan kewajiban sebagaimana perusahaan wajib memberi THR bagi karyawan tetapnya.

"Menakertrans harus menulisnya dalam bentuk regulasi, jangan bikin statement tanpa disertai peraturan yang menjadi acuan. Kalau dibilang outsourcing atau tenaga kontrak dapat THR ya perbaiki aturannya," kata Hening kepada wartawan di sela-sela uji publik Raperda tentang Penempatan dan Perlindungan TKI Asal Jabar di Park Hotel, Jln. P.H.H. Mustofa Bandung, Selasa (23/7).

Sebab jika tidak dibarengi keputusan yang mengikat yakni hanya berupa pernyataan lisan, imbauan atau sekadar surat edaran, THR bagi tenaga kontrak belum memiliki kekuatan untuk bisa dilaksanakan.

Dalam aturan yang lama, katanya, disebutkan pemberian tunjangan hari raya bagi tenaga kontrak hanya di dalam hubungan kerja. Artinya di luar hubungan kerja atau jika tidak tercantum secara rinci dalam perjanjian kontrak kerja awal, maka THR ini menjadi tidak wajib.

Menurutnya, yang menjadi rujukan pemberian THR adalah peraturan tahun 1994 dan undang-undangnya masih mengacu pada UU lama yakni tahun 1969. Dengan begitu, pemerintah pusat sudah semestinya memperbarui peraturan yang lebih mengikuti kekinian.

"Jadi kami sebagai pelaksana di daerah berharap ada peraturan tertulis. Bukan edaran menteri yang dibikin terus setiap tahun, tapi Permenakertransnya juga harus disesuaikan. Kalau disertai perubahan peraturan itu baru oke," ungkapnya.

No comments:

Post a Comment