Baru lima menit berselang meninggalkan rumah, Rosnita (50) memutar balik kendaraannya kembali menuju rumah. Ada barang penting yang tertinggal, tetapi bukan dompet yang berisi identitas diri ataupun kunci rumah. Sedemikian penting barang itu karena akan menjadi sarana komunikasi dengan berbagai pihak dalam pekerjaan dan kehidupan sosialnya. Rosnita rela "mengarungi" kemacetan lalu lintas Jakarta demi sebuah telepon seluler.
Tak hanya Rosnita yang menganggap telepon genggam begitu penting. Mayoritas publik pun demikian, cenderung melekatkan alat telekomunikasi itu sebagai bagian penting dari kehidupan mereka. Tak sebatas pada telepon genggam, sejumlah gawai lain, seperti laptop dan tablet, juga dipandang penting. Hal itu tecermin dalam pengakuan sebagian publik dalam jajak pendapat Kompas .
Dalam satu tahun terakhir, tak sedikit responden yang membeli gawai baru guna membantu mempermudah aktivitas sehari-hari. Merujuk pengakuan publik, rata-rata mereka membeli minimal satu gawai baru, bisa berupa telepon seluler, laptop, atau tablet. Membeli gawai baru tak hanya dilakukan oleh mereka yang berusia belia atau muda, tetapi juga responden yang telah melampaui usia produktif. Mereka yang berusia lebih dari 55 tahun pun masih aktif mengganti atau menambah koleksi gawainya.
Yang menarik, sebagian publik mengakui ternyata mereka tak hanya membeli satu gawai baru dalam setahun terakhir, tetapi lebih dari itu. Publik yang termasuk dalam kategori usia muda paling banyak menambah koleksi gawainya. Satu dari lima responden berusia antara 24-30 tahun membeli dua hingga tiga gawai, sementara satu di antara tiga responden berusia antara 31-40 tahun membeli lebih dari tiga gawai dalam satu tahun belakangan.
Anggaran
Selain merek, spesifikasi gawai turut menentukan tingkat harga. Semakin anyar spesifikasi dan semakin beragam fitur yang dimiliki sebuah gawai, semakin tinggi harganya. Merek menjadi nilai lebih pula bagi harga sebuah gawai. Meskipun demikian, harga gawai di pasaran kini relatif terjangkau kantong. Harga yang semakin murah menjadi salah satu faktor yang mempermudah kepemilikan gawai.
Gambaran tersebut turut terekam pada jajak pendapat publik ini. Secara tak langsung, besaran anggaran yang disediakan untuk membeli gawai menjadi cerminan tingkat konsumsi terhadap barang. Secara umum, responden perempuan cenderung lebih royal menganggarkan dana untuk membeli gawai dibandingkan responden laki-laki.
Dari rentang usia, publik berusia antara 41-50 tahun dan 51-60 tahun rata-rata menganggarkan biaya pembelian kurang dari Rp 1.000.000 untuk satu gawai. Responden yang berusia belia, yaitu antara 17-23 tahun, kebanyakan membeli gawai dengan harga Rp 1.000.000-Rp 3.000.000. Sementara publik yang paling banyak menganggarkan dana lebih dari Rp 5.000.000 untuk membeli gawai berusia antara 24-30 tahun dan 31-40 tahun. Menariknya, publik yang mengaku membeli gawai di harga Rp 3.100.000-Rp 5.000.000 kebanyakan termasuk dalam kategori "tidak bekerja" atau tidak menghasilkan uang secara produktif.
Dalam hal cara pembayaran dalam proses pembelian gawai, publik yang bekerja lebih memilih membayar secara kredit dengan memanfaatkan jasa kartu kredit. Hal itu dirasa lebih tidak memberatkan karena terbuka kesempatan untuk mencicil pembayaran dengan sejumlah bunga tentunya. Sementara bagi publik yang tidak bekerja atau berkarya pada negara sebagai pegawai negeri sipil lebih memilih membayar tunai untuk pembelian gawai.
Konsumtif
Gawai bisa jadi merupakan benda atau barang yang dibutuhkan dalam kehidupan, tetapi bisa bernilai sebaliknya. Kepemilikan gawai, jika lebih dari satu untuk jenis gawai yang sama, bisa jadi lebih cenderung beralaskan pada keinginan ketimbang kebutuhan. Mengacu pada batasan yang dilangsir Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, kecenderungan konsumsi tiada batas dan lebih mementingkan faktor keinginan daripada kebutuhan disebut perilaku konsumtif (Remaja Korban Mode , Abu Al-Ghiffari, Mujahid Press, 2003).
Tak dapat dimungkiri, perilaku konsumtif mengemuka seiring dengan konfirmasi atas kepemilikan barang yang jumlahnya melebihi kebutuhan. Seseorang yang konsumtif memiliki karakteristik antara lain membeli produk untuk menjaga status, penampilan, dan gengsi serta mencoba produk sejenis dengan dua merek berbeda. Selain itu, membeli produk dengan harga lebih mahal akan menimbulkan rasa percaya diri.
Kecenderungan perilaku itu terdeskripsi dalam hasil jajak pendapat ini. Sebagian publik mengaku mempertimbangkan faktor mode, yaitu mengikuti perkembangan dengan membeli gawai yang sedang populer saat itu. Hal ini lebih banyak dipertimbangkan oleh responden perempuan. Menariknya, publik yang paling responsif terhadap perkembangan gawai berada dalam rentang usia yang tidak terlalu muda lagi, yaitu antara 31-40 tahun dan 41-50 tahun.
Tampaknya perilaku konsumtif ada kecenderungan berkorelasi dengan usia. Jejak perilaku ini menjadi tautan dari berbagai aspek, terutama ekonomi. Seseorang yang semakin mapan hidupnya dan terjamin secara ekonomi punya kecenderungan lebih konsumtif. Kemampuan keuangan menjadi salah satu pilar utama perilaku ini, seperti halnya dalam memiliki gawai.
sumber dari kompas
No comments:
Post a Comment